Kecewa dengan cuaca yang panas, kita mengeluh,”Brengsek ! Panas sekali !”. Saat
hujan turun, tanpa sadar kita mengumpat,”Sialan ! Hujan !”. Mau menelpon tidak
ada sinyal, kita menghardik,”Setan ! Nggak ada sinyal !”. Dan banyak lagi
contoh lainnya yang kita alami sehari-hari. Semua itu adalah pola pikir dan
sikap sebagai respon dari kekecewaan yang terbentuk selama bertahun-tahun
sehingga menjadi kebiasaan mendarah-daging yang kemudian bisa saja diteladani
oleh anak cucu kita.
Pertanyaannya, apa ruginya dengan kebiasaan itu ?. Kalau
kekecewaan ringan seperti di atas saja kita menghadapinya dengan keluhan,
umpatan dan hardikan, lalu bagaimana kita mengatasi kekecewaan yang berat ?
Kemungkinan besar kita akan merespon dengan amarah yang meluap dan bisa tak
terkendali. Amarah ini pasti merugikan diri kita sendiri. Amarah bisa membuat kita melakukan perbuatan konyol yang tidak rasional. Kemarahan yang terus
berkobar bisa menjadi benci dan dendam yang tentu saja membuat hidup kita tidak bahagia.
Jadi ubahlah pola pikir dan sikap kita ketika menghadapi kekecewaan
ringan agar menjadi kebiasaan yang positif. Manakala udara panas, bersyukurlah,
“Untung panas, saya jadi bebas bepergian”. Waktu hujan turun,
berterima-kasihlah kepada Tuhan, “Terima kasih Tuhan atas air melimpah yang
dicurahkan”. Pada saat tak ada sinyal, tersenyumlah,”Wah nggak ada sinyal,
nggak bisa telpon tapi bisa menghemat pulsa”. Jangan biarkan kekecewaan
merenggut kebahagiaan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar