Kita pasti tahu, setelah 66 tahun Indonesia merdeka, korupsi semakin merajalela di hampir semua lapisan masyarakat. Mengapa bisa begitu ? Jawabannya sederhana, korupsi itu enak bagi diri sendiri dan kesempatan ada. Kalau kesempatan itu belum ada, dicari-cari dan dibuat-buat supaya ada.
Lho kenapa bisa dibuat-buat ? Karena aturannya longgar. Kalaupun aturan ketat, pelaksanaan dan pengawasan dari aturan itu yang menyimpang. Kok menyimpang ? Ya tak lain tak bukan karena pejabatnya juga keenakan korupsi. Pejabatnya korupsi, masyarakat di bawah ikut meneladaninya. Karena memang enak.
Kalau korupsi enak, kenapa nggak boleh ? Korupsi itu arti sederhananya mengambil dan memiliki sesuatu yang bukan haknya, setali tiga uang dengan mencuri. Mencuri itu enak bagi si pencuri tapi sama sekali tidak enak bagi yang dicuri. Apa kita mau dicuri ? ya pasti nggaklah. Kalau kita tidak mau dicuri, ya jangan mencuri hak orang lain.
Dalam hal korupsi yang dicuri adalah uang negara, hak orang banyak, bukan hak kita sendiri. Uang negara dipergunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Kalau dikorupsi, peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masyarakat tidak atau kurang mendapatkan haknya. Akibatnya terjadi ketimpangan sosial yang besar. Si koruptor menjadi semakin kaya raya, sementara masyarakat banyak tetap miskin, bahkan mungkin semakin miskin.
Uang negara juga dipergunakan untuk pembangunan infrastuktur seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, gedung sekolah dan sebagainya. Kita ambil contoh jalan raya. Jika anggaran untuk pembangunan jalan raya semakin berkurang akibat dikorupsi, tentu kualitas jalan juga semakin buruk. Dampaknya banyak sekali jalan raya yang belum lama dibangun atau diperbaiki menjadi berlubang di sana-sini, bergelombang dan rusak. Kerusakan jalan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, termasuk juga si koruptor itu sendiri.
Itu baru satu contoh saja. Pada intinya korupsi mengurangi anggaran pembangunan infrastuktur yang mengakibatkan penurunan kualitas sarana yang dibangun. Banyak infrastuktur yang cepat rusak. Kerusakan ini jelas dirasakan langsung oleh masyarakat dan si koruptor itu sendiri.
Korupsi itu enak bagi si koruptor sendiri dan bersifat sementara. Dalam jangka panjang korupsi akan merusak bangsa dan negara termasuk si koruptor akan merasakan akibatnya.
Korupsi itu enak tapi lebih enak tidak korupsi agar pembangunan berjalan baik dan merata. Kita semua merasakan manfaatnya. Si miskin semakin sejahtera dan si kaya tetap sejahtera lahir dan batin.
Itu kalau korupsi uang negara, bagaimana kalau korupsi kecil-kecilan sekedar untuk menyambung hidup, boleh nggak ? Korupsi kecil-kecilan itu awalnya, selanjutnya bisa menjadi cikal bakal korupsi besar-besaran. Lho kenapa ? Ya pasti ketagihan. Kecil-kecilan aja enak apalagi besar-besaran. Siapa yang bisa menjamin kalau kita tidak ketagihan ?
Korupsi itu enak buat menyambung hidup tapi jauh lebih enak kita mencari nafkah dengan cara yang benar agar kita tenang, nyaman dan tidak ketagihan untuk korupsi besar-besaran. Korupsi kecil adalah cikal bakal korupsi besar.
Lho kenapa bisa dibuat-buat ? Karena aturannya longgar. Kalaupun aturan ketat, pelaksanaan dan pengawasan dari aturan itu yang menyimpang. Kok menyimpang ? Ya tak lain tak bukan karena pejabatnya juga keenakan korupsi. Pejabatnya korupsi, masyarakat di bawah ikut meneladaninya. Karena memang enak.
Kalau korupsi enak, kenapa nggak boleh ? Korupsi itu arti sederhananya mengambil dan memiliki sesuatu yang bukan haknya, setali tiga uang dengan mencuri. Mencuri itu enak bagi si pencuri tapi sama sekali tidak enak bagi yang dicuri. Apa kita mau dicuri ? ya pasti nggaklah. Kalau kita tidak mau dicuri, ya jangan mencuri hak orang lain.
Dalam hal korupsi yang dicuri adalah uang negara, hak orang banyak, bukan hak kita sendiri. Uang negara dipergunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Kalau dikorupsi, peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masyarakat tidak atau kurang mendapatkan haknya. Akibatnya terjadi ketimpangan sosial yang besar. Si koruptor menjadi semakin kaya raya, sementara masyarakat banyak tetap miskin, bahkan mungkin semakin miskin.
Uang negara juga dipergunakan untuk pembangunan infrastuktur seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, gedung sekolah dan sebagainya. Kita ambil contoh jalan raya. Jika anggaran untuk pembangunan jalan raya semakin berkurang akibat dikorupsi, tentu kualitas jalan juga semakin buruk. Dampaknya banyak sekali jalan raya yang belum lama dibangun atau diperbaiki menjadi berlubang di sana-sini, bergelombang dan rusak. Kerusakan jalan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, termasuk juga si koruptor itu sendiri.
Itu baru satu contoh saja. Pada intinya korupsi mengurangi anggaran pembangunan infrastuktur yang mengakibatkan penurunan kualitas sarana yang dibangun. Banyak infrastuktur yang cepat rusak. Kerusakan ini jelas dirasakan langsung oleh masyarakat dan si koruptor itu sendiri.
Korupsi itu enak bagi si koruptor sendiri dan bersifat sementara. Dalam jangka panjang korupsi akan merusak bangsa dan negara termasuk si koruptor akan merasakan akibatnya.
Korupsi itu enak tapi lebih enak tidak korupsi agar pembangunan berjalan baik dan merata. Kita semua merasakan manfaatnya. Si miskin semakin sejahtera dan si kaya tetap sejahtera lahir dan batin.
Itu kalau korupsi uang negara, bagaimana kalau korupsi kecil-kecilan sekedar untuk menyambung hidup, boleh nggak ? Korupsi kecil-kecilan itu awalnya, selanjutnya bisa menjadi cikal bakal korupsi besar-besaran. Lho kenapa ? Ya pasti ketagihan. Kecil-kecilan aja enak apalagi besar-besaran. Siapa yang bisa menjamin kalau kita tidak ketagihan ?
Korupsi itu enak buat menyambung hidup tapi jauh lebih enak kita mencari nafkah dengan cara yang benar agar kita tenang, nyaman dan tidak ketagihan untuk korupsi besar-besaran. Korupsi kecil adalah cikal bakal korupsi besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar