Ada yang bertanya, “Bisakah kita menemukan kebahagiaan hakiki ?”.
Harus jelas dulu apa yang dimaksud dengan kebahagiaan hakiki ? Kalau yang dimaksud adalah kebahagiaan setiap saat dan sepanjang waktu, tentu sudah sangat pasti tidak ada di dunia ini.
KEBAHAGIAAN AKAN LEBIH LENGKAP DENGAN BERBAGI KEBAHAGIAAN KEPADA SEMUA ORANG ... MARI BERBAGI !
Ada yang bertanya, “Bisakah kita menemukan kebahagiaan hakiki ?”.
Harus jelas dulu apa yang dimaksud dengan kebahagiaan hakiki ? Kalau yang dimaksud adalah kebahagiaan setiap saat dan sepanjang waktu, tentu sudah sangat pasti tidak ada di dunia ini.
Banyak orang berpikir bahwa hidup bahagia harus merasakan kebahagiaan setiap hari dan menit. Kita merasa bahagia karena sebelumnya pernah merasakan derita, duka, kesulitan dan sebagainya. Kalau kita tidak pernah merasakan penderitaan, selalu bahagia setiap hari maka sesungguhnya kita tidak tahu apa itu bahagia. Warna-warni kehidupan kita itulah yang membahagiakan.
Ada juga orang yang sangat malas bahkan malas untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya dengan mengemis. Si pengemis beralasan lebih baik mengemis daripada mencopet. Si pencopet beralasan lebih baik mencopet daripada merampok. Si perampok beralasan lebih baik merampok orang kaya daripada korupsi milyaran uang rakyat. Si koruptor merasa lebih terhormat daripada mereka semua.
Mana yang benar ? Siapa yang terhormat ?
Ada orang yang begitu malas sampai membuat kopi untuk diri sendiri malas, kalau bekerja banyak mengeluh atau selalu diserahkan ke orang lain, maunya terus bersantai dan bermalasan.
Percayalah jika tidak mau berubah, tidak ada masa depan yang baik bagi orang seperti ini, kalaupun kebetulan dapat rejeki berlimpah, pasti dengan cepat akan habis.
Tentu tidak sedikit dari kita yang malas bekerja giat, kalau bisa sedikit bekerja tapi dengan hasil materi yang besar. Ada yang beralasan ingin menerapkan prinsip ekonomi, “Biaya minimal tapi laba maksimal”.
Mungkin tidak salah jika penerapannya tidak menghalalkan segala cara seperti pelajar banyak menyontek sekedar mengejar nilai, bekerja mencari peluang untuk korupsi, prostitusi menjamur, narkoba dan banyak lagi.
Malas adalah “penyakit” yang paling sering menghinggapi kita, diakui atau tidak. Tentu saja masih batas normal jika terjadi di waktu libur, luang, istirahat atau sesekali saja. Tapi kalau bermalas-malasan setiap hari pasti akan merugikan kita sendiri.
Malas juga bentuk nyata tidak bersyukur kepada Yang Maha Kuasa.
Kalau kita bersyukur masih diberi kesehatan, akal dan pikiran maka janganlah bermalasan.
Kadang kita bingung mau apa atau mau melakukan apa. Kadang juga bingung tidak tahu apa penyebab kebingungan ini, seakan menjadi bodoh dan biasanya hanya diam dengan pandangan yang tidak bersemangat.
Umumnya hal ini terjadi karena banyak keinginan kita yang tidak terwujud, seperti orang tersesat tidak pernah tiba di tujuan sampai akhirnya kebingungan.
Sadarkan diri dan bangun arahkan ke tujuan yang pendek saja dulu.
Bencana alam pasti terjadi tapi mengapa ulah kita manusia makin memperparah kerusakan alam ? Menyedot, menebang, mengotori dan sebagainya sumber daya alam kita, yang biasanya berlatar-belakang ekonomi. Perlukah alam tempat tinggal kita diperkosa hanya untuk uang ? Tidakkah kita ingat bahwa anak cucu kita juga masih akan tetap tinggal di alam ini???
Sekedar renungan akhir pekan.
Kita sering beranggapan orang yang berbicara kepada khalayak umum dengan bahasa intelek, bercampur dengan bahasa asing dan kalimat yang sulit dipahami adalah orang pandai dan cerdas. Bagi dirinya sendiri dan lingkungan tertentu mungkin dia memang pandai dan cerdas tapi bagi kita orang awam dia orang yang “dianggap pandai” namun kurang bijaksana dalam berkomunikasi dengan khalayak umum.