Kekhawatiran kelihatannya sepele tapi kita merasakannya setiap saat dan sesungguhnya berdampak besar dalam kehidupan kita. Pernahkah kita bertanya, “mengapa kita harus khawatir ?”, “mengapa kita tidak boleh khawatir berlebihan ?”, “Haruskah kita mengendalikan kekhawatiran kita ?”.
Renungan akhir pekan yang dapat membahagiakan.
Kekhawatiran terbesar kehidupan umat manusia adalah semakin sulit ditemukannya kebaikan, kejujuran, cinta kasih dan keyakinan kepada Sang Pencipta yang bisa menjadi tanda-tanda kehancuran peradaban manusia.
Banyak bencana alam terjadi belakangan ini, kita semua tentu ikut prihatin dan peduli. Wajar pula jika kita ada perasaan khawatir akan semakin banyak bencana terjadi menimpa saudara-saudara kita dan bahkan terjadi pada kita sendiri.
Sebagian bencana itu disebabkan oleh ulah kita manusia sendiri dan sebagian karena kehendak Sang Penguasa Alam.
Cintailah bumi dan alam kita, juga terimalah dengan ikhlas apapun kehendakNya.
Kita semua pasti memiliki rasa takut, khawatir atau was-was. Takut di ketinggian, khawatir akan keselamatan dan kesehatan anak, was-was tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, khawatir akan masa depan dan sebagainya.
Semua perasaan itu wajar selama tidak berlebihan sebagai sinyal agar kita selalu berpikir dan bertindak hati-hati, waspada dan tidak sembrono.
Di jaman modern seperti sekarang cukup banyak terjadi keretakan sebuah keluarga yang mengakibatkan adanya istilah orang tua tunggal, seorang ayah mengasuh dan membesarkan anak seorang diri tanpa ada seorang ibu, demikian pula sebaliknya.
Apakah orang tua tunggal seperti ini dapat menggantikan kasih sayang dan kebahagiaan sebuah keluarga utuh ???
Sekedar renungan akhir pekan.
Keluarga ibarat 1 tubuh yang saling terkait dan melengkapi, ketika kepala terasa gatal, tangan membantu menggaruknya dan sebaliknya kepala memimpin tangan untuk melakukan sesuatu. Jika 1 bagian sakit, seluruh tubuh merasakannya, jika kepala tidak berfungsi normal, seluruh tubuh akan tidak normal.
Satukanlah keluarga menjadi satu tubuh yang sehat dan bahagia.
Setelah orang-orang yang kita cintai tiada, banyak perbedaan dan perubahan yang dirasakan, mungkin tidak lagi mendengar suara dan
Namun hidup harus tetap dijalani dengan keikhlasan menerima kenyataan dan bersyukur karena pernah mencintai dan berbahagia bersama mereka.
Ketika orang tua lebih dulu meninggalkan kita selamanya, banyak kenangan indah terbayang yang mungkin dulu jarang kita ingat. Kebanyakan dari kita, orang tua lah yang paling memperhatikan kita lebih dari siapapun yang mungkin juga tidak kita sadari, semua itu membuat kita semakin sedih.
Kesedihan wajar selama tidak berkepanjangan dan yang terbaik adalah tidak mengecewakan harapan orang tua yang mencintai kita.
Mungkin tidak sedikit yang kurang percaya dan agak heran, kira-kira seperti ini, “Masak iya sih? Sesederhana itu untuk bahagia, cuma ikhlas dan bersyukur ?”.
Memang intisari dari kebahagiaan sederhana saja, ikhlas dan bersyukur namun penjabarannya sangatlah luas dan prakteknya dalam kehidupan sehari-hari bagi kita manusia biasa, sungguh tidak mudah, butuh pemahaman yang mendalam dan upaya yang ulet berkelanjutan.
KEBAHAGIAAN ADALAH MENSYUKURI DAN MENERIMA HIDUP INI DALAM KONDISI APAPUN.
Harus diakui ikhlas dan bersyukur tidaklah semudah kita mengeluh karena berbagai masalah yang dihadapi setiap hari.
Namun harus pula disadari semakin mudah kita mengeluh semakin mudah merasa menderita, semakin sering kita ikhlas dan bersyukur dalam sikap dan perbuatan semakin sering juga kita merasa lebih berbahagia.
Harus disadari bahwa ikhlas dan bersyukur tidak hanya di bibir tapi dalam sikap dan tindakan. Apakah kita bersyukur jika bermalas-malasan, tidak mau bekerja-keras ?
Kita bersyukur dalam kondisi sehat karena itu bekerjalah dengan rajin dan ulet untuk maju.
Ego individu yang merasa kurang puas akan berupaya mencari individu lainnya yang sepaham untuk membentuk ego kelompok yang lebih besar dan kuat.
Apakah kekerasan
Sekedar renungan akhir pekan.
Orang-orang yang tidak dapat mengendalikan egonya selalu berpikir akan bahagia dengan menumpuk banyak harta, selalu mencari kesenangan dan kenikmatan meskipun banyak orang lain yang menderita.
Sesungguhnya mereka tidak pernah menemukan kebahagian karena tidak akan pernah puas dengan harta, kesenangan dan kenikmatan sebanyak apapun. Mereka terus mencari dan mencari mungkin sampai akhir hidupnya.
